Di bawah pohon yang rindum terdiamlah anak yang bernama “Sani” yang sedang memikirkan hendak kemana dia akan meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah di pikirkan matang-matang akhirnya dia menemukan jalan keluarnya.
Sani pulang dengan langkah nan pasti. Ketika sampai dirumah, tepatnya di ruang keluarga, ayahnya bertanya “ San, hendak kemana kamu akan meneruskan sekolah”, Sani menjawab dengan penuh percaya diri “aku mau ke MA MIFTAHUL ULUM yah. Sambil mondok, hehe.” “ya udah kalau begitu, ayah Cuma bisa mendo’akan dan membiayaimu saja, kamu kan sudah besar, jadi kamu harus bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk. Jangan lupa, belajar dan shalat tidak boleh kamu tinggalkan” , sani menjawab dengan tegas “ Siap yah.”
Hari demi hari terus berlalu akhirnya sani masuk ke sekolah itu. Pada hari pertama dia minder, karena sani adalah anak yang pemalu. Dia hanya terdiam di bangku tempat dia duduk.
Namun, setelah tiga hari di sekolah. Dia melihat seorang perempuan yang sangat anggun yaitu “Shaira” teman sekelasnya. Sharia adalah anak seorang kiai desa seberang. Sani berkata dalam benak hatinya “Subhanallah, kenapa hatiku dag dig dug seperti ini ya. Baru pertama aku merasakannya”. Tapi disisi lain hati sani membantah “sabar sani, jangan terburu-buru kamu menyukainya, kamu belum melihat gimana sifat sharia itu.”
Bulan bersinar terang dan dibawahnya sani, arul dan mabas saling berbincang-bincang. Layaknya orang yang kurang kerjaan arul bertanya “menurut kalian, siapa orang yang paling cantik dikelas”, sani menjawab dengan kencang “sharia”. “kalau dikelas aku farah” jawab mabas dengan santai. “cie-cie sani, ada yang lagi jatuh cinta nih, semangat banget” sahut arul dengan tersenyum
Satu bulan sani memperhatikan sharia, sani menyimpulkan bahwa sharia itu sosok yang anggun, cantik, pintar, manis, pendiem, sholehah, taat sama agama, pokoknya dia adalah tipe perempuan idaman sani banget. Sani semakin yakin bahwa sharia adalah perempuan yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.
Akan tetapi sani tidak mau mengungkapkannya karena dia takut akan ditolak cintanya. Dia menyadari akan kelemahan dirinya jika dibandingkan kelebihan yang dimiliki sharia. “Bagaikan pungguk merindukan bulan” ujar sani dalam benak hatinya.
Pada suatu malam arul berbicara dengan sani “san, kenapa kamu kok nggak perjuangin cinta kamu”. Sani menjabab dengan malas “bukannya ak nggak mau perjuanginnya, tapi aku takut menyakitinya”. “kalau begitu boleh nggak aku perjuangin hehe”, sahut arul. “boleh asalkan kamu jangan pernah buat dia sedih dan jangan pernah kecewain dia” jawab sani dengan nada rendah dan di dalam hatinya dia sangat jengkel dengan arul.
Setelah berbincang-bincang dengan arul, sani menjadi anak lang lebih banyak merenung. Setiap hari dia merenung, dia beranggapan bahwa mungkin dia dan sharia itu tidak jodoh. Dan dia ingin melupakan sharia dalam waktu yang sesingkat mungkin. Dia mencoba untuk membuka hatinya untuk semua perempuan yang dianggap dia itu perempuan yang baik. Dia mencoba menggantikannya dengan si A, teapi dia merasa masih belum cocok. Kemudian ia memutuskan bahwa ia lebih baik menyendiri. Karena disatu sisi dia ingin memiliki sharia tetapi disisi lain dia tidak mau menyakiti hati sahabatnya. Dia sangat bingung + bimbang. Sani berfikir dalam lubuk hati yang paling dalam “Cinta itu tidak harus memiliki, apapun akan aku lakukan asalkan dia bahagia, dalam hidup itu pasti ada yang menang dan ada yang kalah, mungkin saat ini aku berada dalam posisi yang kalah, tapi lihatlah….. suatu saat nanti aku pasti akan menjadi seorang pemenang”.
Pada akhirnya dia menemukan “Fia”. Sani berfikir “aku harus bisa melupakan shaira, karena hidup itu tidak harus dalam keterpurukan, aku harus bisa melakukan pembaharuan”. Sani berusaha dengan keras untuk melupakan sharia dengan cara memperhatikan fia, akan tetapi sani merasa masih belum cocok dan kelihatannya fia itu sedang jatuh cinta dengan orang lain. “sudah jatuh tertimpa tangga pula” itulah peribahasa yang cocok buat sani.
Sani memutuskan bahwa ia akan melampiaskannya dengan cara membaca buku karena dia beranggapan bahwa buku adalah teman, sahabat sekaligus kekasih yang paling setia, karena buku tidak mungkin mengingkari orang yang membacanya.
Semenjak saat itu sani menjadi anak yang lebih rajin dari sebelumnya, ia terus membaca buku. Bahkan buku yang tebal sekalipun hampir ia baca semuanya. Akhirnya sedikit demi sedikit nilainya naik. Sani memegang prinsip “mungkin aku boleh kalah dalam cinta, tapi aku tidak boleh kalah dalam hal lain”.
Saat kelas tiga MA, sani mendengar kabar bahwa arul ditolak sharia karena sharia lebih ingin focus kedalam pembelajaran di bandingkan percintaan. Cinta sani ke sharia semakin membara. Semenjak itu sani menjadi anak yang periang. Karena ia masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan sharia.
Ketika sani dipanggil ke depan kelas untuk membacakan tugas, sharia juga dipanggil, hati sani serasa berdebar-debar. “san, lihat bukunya dong jangan lihat shairanya” ucap arul dengan suara sangat keras, Sani tersipu malu dengan ucapan itu. Semua orang yang berada dalam kelas mengejek sani “cie-cie sani, ada yang lagi jatuh cinta ni ya…..”. sani salah tingkah dengan kelakuannya.
Sani berasa bahwa dia sekarang dalam posisi yang menang.
Di hari berikutnya, sani di ejek dengan teman temannya “sani, dicariin shaira tuh” walaupun kelihatannya dia marah tetapi didalam hatinya dia merasa sangat senang. Dan berkata dalam hati “Ya Allah semoga ejekan itu selalu ada dalam setiap hariku, karena itu adalah penyemangat hidupku”
Sani mulai berfikir kedepan “sebelum aku mendapatkan sharia aku harus bisa menjadi lebih baik deri hari kemarin. Kalau pemimpinnya masih kurang baik apa lagi orang yang dipimpinnya”. Mulai saat itulah sani mulai mendisiplinkan untuk melaksanakan amalan sunah seperi shalat dhuha, puasa senin-kamis, shalat sunah kobliah-bakdiah, tahajud, shalat sunah istiaroh dan lain sebagainya. Dan dalam setiap do’anya “Ya Allah, kalau boleh aku meminta maka jodohkanlah aku dengan dia Ya Allah, karena dia adalah satu-satunya perempuan yang hamba cintai selain ibu hamba. Jagalah dia Ya Allah dari segala keterpurukan. Karena kebahagiaan dia kebahagiaan aku juga. Robbanaatinafiddunya hasanah wafilakhiroti hasanah wakinaazabannar. Amin amin ya robbal a’lamin”
Lama-kelaman banyak orang yang tahu bahkan hampir satu sekolahan tahu kalau sani itu memendam rasa cinta kepada sharia. Tetapi sani tak perduli dengan itu. Karenya cintanya kepada sharia itu tulus karena Allah.
“cinta yang tulus karena Allah ialah suatu rasa dimana kita ingin selalu menjaga kesucian orang yang kita cintai sebelum akad di ucapkan”
Sekian &
Terima Kasih…..