Social Icons

Pages

Minggu, 12 Februari 2017

cerpen kepentok cinta kakak kelas

 Nama Gue Namira. Gue anak seorang dokter. Umur Gue 17 Tahun dan hobi Gue ngobrol dan cerita apa ajah sama temen-temen yang sayang sama Gue. Gue orangnya cerewet. Kata temen-temen Gue sih. Kalau Gue lagi berbicara sudah seperti bebek yang nyari induknya. Hehehe....

“Pindah Sekolah adalah hal yang menyebalkan buat Gue. Bayangin ajah sudah lima kali Gue pindah sekolah. Dari SD, sampai SMP. Adowh... adowh berapa kali lagi nih Gue musti pindah sekolah?.
Gue pindah sekolah dari derah yang satu ke daerah yang lain. Mulai dari Bogor, Semarang, Bali, Cirebon, dan Jakarta. Maklum ajah Orang Tua Gue dokter yang sering dipindah tugaskan kemana-mana. 
Sekarang sih Gue sudah SMA.. Jadi, kata Nyokap Gue, Gue gak akan pindah lagi. Karena bokap Gue gak akan dipindah tugaskan. Huhhh... Akhirnya sekarang Gue sekolah di Jakarta.”


Ini hari pertama masuk sekolah. Cuacanya cerah! Terlihat dari kanan kiri jalan sekolah yang ramai oleh siswa-siswinya. Banyak yang berkomentar sekolah ini adalah sekolah favorit di Jakarta. Betapa beruntungnya Namira. 
Tapi bagi Namira, Sekolah favorit atau tidak, yang penting adalah pendidikannya. Bukan dari favorit atau tidaknya sebuah sekolah. 

Yang ada dipikiran Namira sekarang adalah bagaimana cara mendekatkan diri pada lingkungan sekolah yang baru ini. 
Biasanya pertama kali masuk sekolah baru, mereka saling tidak bertanya. Hal itu dikarenakan belum saling mengenal. Ini nihhh... yang sangat tidak disukai oleh Namira. 
Pertama masuk sekolah baru pasti ada yang namanya MOS atau Masa Orientasi Siswa. 












“Banyak juga ya murid barunya.” Ujar Namira. 
Ketika Namira mengucapkan kata-kata tersebut, disamping Namira ada seorang cewek. Cewek itu juga adalah salah satu murid baru di SMA ini. Perawakan cewek itu kurus kecil, berkulit putih, dan berambut panjang. Ia menimbal balik ucapan Namira.
“Iya, murid disini dari tahun ketahun memang selalu banyak, maklum ajah namanya juga sekolah favorit.” Timbal cewek tadi.




Namira melirik cewek itu dan berkata, “Dari mana loe tahu?”
“Bokap Gue salah satu penyumbang dana buat sekolah ini.”
“Owhhh...” namira tak melanjutkan ucapannya.
“Oh iya, kita belum kenalan, Nama Gue Rubi.” 

Namira heran mendengar nama cewek itu, ”Rubi? Nama yang aneh...”
“Memang sih kedengarannya aneh, tapi Orang Tua Gue ngasih nama itu karena Rubi itu adalah nama sebuah batu yang sangat berharga dan berharga jual tinggi. Jadi aku ini yang berharga bagi mereka.”
“Hmmm.... Masuk akal!”. Namira.
“Nama loe siapa?” 
“Gue Namira!”
“Senang bisa kenal sama loe Namira.”
Mereka berdua berjabat  tangan. 

Semenjak itu, Namira dan Rubi berteman. Selama MOS mereka berdua selalu bersama. 
“Widiiihh... Ketua Osisinya cakep, Bi?” Namira memberitahukan kepada Rubi bahwa ia melihat Ketua Osis yang menurutnya berwajah enak untuk dilihat. 
“Mana, mana, mana?”
“Itu tuh...” Namira menunjuk salah seorang cowok yang sedang memberi pengarahan kepada anak baru yang mengikuti MOS.
“Wah iya... Bener, bener, bener!”

Ketika mereka sedang serius melihat Ketua Osis yang ganteng, tiba-tiba kakak kelasnya yang bernama Sisil bersama temannya, dengan sengaja menjatuhkan minumannya ke pakaian Namira. 
“Upsss... Sorry.” Dengan wajah yang jutek Sisil menumpahkan minumannya.
“Akhhhh.... Baju Gue.” Namira kebingungan karena pakaiannya basah. 
Rubi membela Namira, “Kalau jalan liat-liat dong! Gimana sih loe.”

Dengan wajah yang nyolot Sisil membalas, ”Ehh! Loe anak baru ya? Anak baru ajah udah nyolot sama kakak kelas, gimana nantinya loe.”
“Gue hargain loe kakak kelas, tapi jangan begini dong, mentang-mentang kita anak baru, jadi loe bisa lakuin kita seenak loe!” Rubi malah tambah nyolot.
Mendengar pertengkaran itu, Ketua Osis yang ganteng itu menghampiri. 
“Ada apaan nih ribut-ribut?”

Sisil langsung memegang tangan si Ketua Osis, “Ini, Adam... Anak baru kelas satu udah nyolot sama Gue!” Sisil memanja. 
Dalam hati Namira, “Ohhh, jadi namanya Adam.”
“Bohong tuh!” Jawab Rubi.
“Yeee.. anak baru ajah udah blagu loe.” Sisil menimbali.

Adam semakin bingung dengan kedian ini.” Sebenernya kejadiannya gimana sih?”
Rubi menjelaskan, “Begini Kak, Kak yang ini (Rubi menunjuk Sisil) numpahin minumannya ke baju teman saya. Bukannya minta maaf, malah marahin kita Kak.”
“Sisil! Apa bener yang dibilang mereka?” Adam bertanya kepada Sisil.
Sisil tidak menjawab, ia kesel dengan Adam karena lebih membela Namira dan Rubi. Akhirnya Sisil dan teman-temannya pergi meninggal mereka bertiga. Adam memberi pertolongan kepada Namira.

“Loe gak apa-apa kan? Nih pake.” Ucap Adam sambil mengeluarkan sapu tangan dari saku bajunya, dan memberikannya pada Namira yang ketika itu berpakaian basah. 
“Gue gak apa-apa kok. Makasih...” Namira mengambil sapu tangan yang diberikan Adam. 
“Maafin Sisil ya?” Adam mewakili Sisil meminta maaf.
“Iya kak.” Namira.
“Kalau boleh tahu nama loe sapa?” Adam melihat Namira.
“Namira nama Gue... dan yang ini temen Gue, Rubi.” Namira memperkenalkan Rubi juga. 
“Nama Gue Adam! Gue duluan ya.” Adam pergi meninggalkan Namira dan Rubi.





Semenjak kejadian itu, Namira menjadi semakin sangat betah bersekolah di SMA  itu. Apalagi karena ada Adam yang banyak dikejar-kejar sama cewek-cewek termasuk Sisil. 
Namanya juga Kakak kelas, apalagi kalau Kakak kelasnya ganteng kaya Adam. 
Keesokan harinya, Namira baru saja turun dari mobilnya. Ternyata Rubi juga baru turun dari mobilnya. Masuk pintu gerbang, ” Namira! Tungguin Gue.” Rubi berlari menghampiri Namira.
Namira melirik kebelakang, “Ternyata loe, Bi. Ayo cepetan!.”

Dengan nafas terengah-engah Rubi tepat sejajar dengan Namira. Langkah kaki Namira terhenti.
“Kenapa loe?” Tanya Rubi.
“Gue kebelet pipis. Hehehe...” 
“Ya udah sana ke toilet. Gue duluan kekelas ya..”
Namira mengangguk, lalu ia berlari menuju toilet. Keluar dari toilet, ”Aduhhh... akhirnya...”
Namira berjalan sambil merapihkan pakaiannya. Tanpa sengaja gelang Namira jatuh, dan Namira tidak tahu akan hal itu. Namira tetap melanjutkan perjalanannya. 

Dibelakang Namira, Adam sedang menuju toilet dan melihat gelang Namira. Diambilnya gelang itu. Adam sempat memanggil Namira, namun Namira tidak mendengarnya dan terus berjalan menuju kelasnya. 
Sampai di kelas, Namira baru sadar bahwa gelangnya tidak ada.
Namira terkihat sedang mencari sesuatu.

“Ra! Loe lagi cari apaan sihh?” Rubi heran.
“Gelang Gue hilang!”
“Gelang apaan?”
“Gelang yang tadi pagi Gue pake.”
“Wah Gue gak tahu, Ra!”

Adam datang membawa gelang Namira. 
“Gelang ini yang loe cari?”
“Hah! Iya... itu gelang Gue. Kok bisa ada di Kak Adam?”
“Aduhhh.. jangan panggil Gue Kak dong. Panggil Gue adam ajah.”
“Iya...”
“Tadi gelang loe jatuh sewaktu didepan toilet, padahal Gue udah manggil loe, tapi loe gak nengok sama sekali. Tadinya Gue juga mau ke toilet. Terus Gue liat gelang loe. Nihhh...' Adam memberikan gelang itu kepada Namira. 
“Tanks ya Kak... Upss maksud Gue Adam.” Namira tersenyum.

Rubi hanya terdiam melihat Namira dan Adam. Sepertinya Adam sudah mulai terlihat tertarik dengan Namira. Tapi Namira tidak menyadari hal itu. 

Jam istirahat. Namira dan rubi pergi ke kantin sekolah. Di kantin sekolah tidak sengaja Namira dan Rubi berpapasan dengan Sisil. Sisil tiba-tiba mengancam Namira, “Eh! Anak baru... Gue peringatin ya sama loe. 
Loe gak boleh deketin Adam, karena Adama milik Gue! Loe inget itu baik-baik.” Sisil langsung pergi.

Rubi meledek, “Apaan sih tuh orang? Gak jelas banget. Udah,  jangan loe dengerin Namira. Anggap ajah angin lalu. Ahahaa...”
Mereka berdua duduk di kantin sambil memesan mie ayam dan bakso dengan minuman es the manis.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, Rubi dan Namira bercakap.

“Ra!” panggil Rubi.
“Iya, Bi!Kenapa?”
“Sadar gak loe.”
“Yeee... loe gak liat nih Gue sadar gini....”
“Bukan itu maksud Gue.”
“Terus...'

Makanan dan minuman yang mereka pesan datang.
Namira menyendok mie ayam yang ia pesan.
“Woyyy... Rubi Gue tanya malah diam aja.”
“Maksud Gue, Loe sadar pa gak kalau Adam suka sama loe?”
Namira langsung tersendak dan langsung mengambil air minumannya.

“Ngomong apaan sih loe? Gak mungkinlah adam suka sama Gue.'
“Ra! Di dunia ini apa sih yang gak mungkin? Mungkin ajah dia suka sama loe.”
“Masih banyak kali Bi, cewek yang lebih dari Gue buat Adam.”
“Kurang apa lagi sih loe Ra! Cantik, pinter, baik lagi... Hehehe...”
“Huhhh... kalau loe lagi muji Gue pasti ada maunya nihhh....'
“Gak ko. Gue serius.'
“Udah deh jangan menghayal. Ayok makan!”

Waktu cepat sekali berlalu, hingga saatnya jam pulang sekolahpun tiba. Para siswa siswi berhamburan keluar kelas. Saling mendahului.  Rubi dan Namira berjalan menuju pintu gerbang sekolah.
“Ra! Pulang sekolah loe mau kemana?”
“Gue mau langsung pulang ajah deh...”
“Ke rumah Gue dulu yuk! “
“Gak Ah... Makasih.” Namira menolak.

Adam menghentikan langkah mereka, “Namira! Pulang Gue anterin pulang yah... Mau gak?” 
Tanpa menunggu keputusan Namira, Rubi langsung menjawab, ”Oh... Iya tuh Ra! Loe bareng ajah sama Adam... Gue duluan ya... dadahhh...” Rubi meninggalkan Adam dan Namira. 
Akhirnya Namira pulang bersama Adam. 

“Gue ambil mobil dulu yahhh... sebentar loe tunggu dulu disini ya.”
Namira mengangguk. 
Ketika Namira menunggu, Sisil datang menghampiri Namira yang sedang menunggu sendiri. 
“'Eh! Gue kan udah bilang sama loe... jangan deketin Adam. Loe itu ngeyel yahhh...”
“Sorry yah, Gue gak ngedeketin Adam.” 
“Bohong banget loe. Buktinya Adam selalu nempel sama loe.”

Mobil Adam datang, Adam turun dari mobilnya. 
“Sisil! Loe ngapain lagi sih... Gue udah bilang sama loe, jangan ganggu Gue.”
“Tapi Gue suka sama loe adam.” 
“Ra! Ayok kita pulang. “ Adam menarik tangan Namira masuk kedalam mobil.
Jalanan macet. Biasa... Ibu Kota Jakarta, sangat identik dengan macet. Kaya'nya tanpa macet, namanya bukan Jakarta. 

Adam melihat Namira yang hanya diam di melihat keluar kaca mobil.
“Ra! Jangan loe ambil hati ya omongan Sisil tadi.”
Namira melihat Adam yang sedang menyetir mobilnya. 
“Kenapa loe gak terima Sisil ajah, dia cantik!”
“Gue gak suka sama dia.”
“Terus...?”
“Gue suka sama loe, Ra!”
“Hah!”

Mendengar perkataan Adam tadi, Namira hanya terdiam. Yang ada dipikiran Namira sekarang, apa yang harus dia katakan nanti pada Adam. Seandainya Adam meminta jawabannya. 
“Ra! Belok kanan atau belok kiri nih... Rumah loe dimananya? “
“Belok kiri, tiga rumah dari belokan, itu rumah Gue.”
Adam melanjutkan perjalanannya. 

Sampai tepat di depan rumah Namira. Namira turun dari mobil Adam.
“Adam! Loe gak mau mampir dulu?” Namira menawarkan adam untuk singgah dulu di rumahnya.
“Gak usah Ra! Gue langsung pulang ajah. Salam ajah ya buat Nyokap Bokap loe.”
“Ok. Tanks ya... Udah nganterin Gue sampai rumah. Dahhh....” Namira melambaikan tangannya. 

Mobil Adam melaju meninggalkan rumah Namira. 
Namira selalu teringat dengan ucapan Adam, bahwa ia suka pada Namira. Tapi Namira berfikir, apa jadinya ia kalau seandainya Adam dan dia.........???

Namira menelpon Rubi. Biasa namanya juga sama-sama cewek pasti Curhat (Curahan Hati).
“Halo!”
“Iya, Ada apa ya Ra?”
“Bi... Adam bilang kalau dia suka sama Gue.” 
“bagus dong.”
“Ko bagus sih..?”
“Iyalah bagus... Loe mau cari dimana sih cowok kaya Adam? Baik, ganteng, Ketua Osis pula. Apalagi dia Ketua Osis, nama loe pasti kebawa sama dia. Wiiihhhh.. Namira cowoknya Ketua Osis.Hehehe...” Canda Rubi. “Ceritanya loe ngeledek Gue nihhh?”
“Hehehe.... Gue seneng ajah kalau temen Gue dapet cowok kaya Adam.”
“Dapet? Loe kira Gue nemuin si Adam apa... pake dapet segala.”
“Weits... Jangan marah-marah gitu dong. Tar cantik loe luntur  tuh...”
“Terus Gue musti gimana nih?”
“Ya terima ajah... Apalagi sih yang loe tunggu... Dia udah bilang suka sama loe. Baguskan dia udah cerita ke loe tentang perasaannya.”
“Gue pikir lagi deh”
“Ok. Semoga ajah jawabn loe gak ngecewain Gue dan Adam ya...”
“Iya...”
Namira menutup teleponnya. 

Sampai malam hari Namira masih memikirkan apa yang harus dia katakan besok pada Adam. Tidur pun Namira gelisah. 
Disisi lain Adam juga sedang memikirkan Namira, “Kira-kira apa jawaban Namira....”

Paginya. Seperti biasa, Namiradatang berbarengan dengan Rubi. Ada yang aneh dari Rubi pagi ini. Ternyata, Rubi berganti gaya rambut.
“Ihhh, Rubi potong rambut nih ceritanya. Ahaha....” Namira tertawa lepas.
“Bagus gak?”

Namira memberikan dua jempol pada Rubi. 
“Berarti Gue ada perubahan, gak kaya loe yang gak ada perubahan. Hehehe....  “
“Apaan tuh maksudnya?”
“Gak ada maksud apa-apa kok, just kidding...”

Tidak terasa sudah dua bulan lamanya Adam menanti jawaban Namira. Sekarang Adam sedang gencarnya belajar karena sebentar lagi dia akan menghadapi Ujian Nasional. Bagi pelajar Ujian Nasional adalah pembicaraan yang mengerikan. Banyak dari para pelajar yang tidak lulus hanya karena satu mata pelajaran yang tidak lulus. Adam tidak mau hal itu terjadi padanya. 

“Ra! Ke Mading (Majalah Dinding)  yuk?”
“Ngapain?” 
“Udah ayok ikut ajah...” Rubi menarik tangan Namira.

Sampai di depan Mading, mereka berdua saling melirik. Ternyata di Mading ada pengumuman From Nigth. From Night akan dilaksanakan pada hari Sabtu, pukul 08.00 WIB. 
“Terus apa hubungannya sama Gue?” Namira menggaruk kepalanya. 
“Ya adalah... adowh....”
“Apa?”
“Loe harus kesana. Sama Adam. “
“Itukan buat kelas tiga.”
“Udah gak apa-apa.”

Hanphone Namira berdering, dilihatnya dari layar ponsel message dari Adam.
“Gue tunggu di depan kelas loe ya? Sekarang!”
Membaca message itu, Namira langsung berlari menuju tempat yang dimaksud Adam. 
“Ra! Mau kemana loe?” Rubi bingung melihat temannya yang pergi begitu saja.

Ucapan Rubi tidak dihiraukan oleh Namira. Dia terus berjalan menuju depan kelas yang dimaksud Adam. 
Terlihat dari kejauhan Adam yang sedang menunggu Namira. Tampak semakin dekat sekarang, dan sampai dihadapan Adam.
“Ada apa Adam, loe manggil Gue kesini?”
“Gue mau minta kepastian dari loe Ra!”
“Kepastian apa?”
“Kepastian jawaban loe ke Gue.”

Namira terdiam berpikir sejenak. Memikirkan jawaban apa yang akan terucap dari mulutnya. Akhirnya, Namira berucap, “Gue mau nerima loe! Asalkan....????”
“Asalkan apa?”
“Asalkan loe lulus nanti.”
“Kalau Gue gak lulus? Berarti Gue gak diterima jadi cowok loe?”
“Meybe! Loe dah kaya mau ngelamar kerjaan ajah, pake keterima atau gak.”
“Gue juga punya pertmintaan sama loe?”
“Apa?”
“Loe harus pergi ke From Night sama Gue.”

Namira mengangguk setuju. Dua-duanya sama-sama serasi. Mungkin ini cara Namira memotifasi Adam supaya ia giat belajar dan lulus nantinya. 
Upaya yang bagus. Selesai sekolah nanti, mungkin Adam akan melanjutkan kuliah.

Hari berganti hari. Sabtu yang ditunggu pun datang. From Night!
“Aduhhhh... Kemana ya hight hils Gue?” Namira mencari sepatunya yang menurut perasaannya, ada di lemari pakaian. Tetapi tidak ada. 

Dari luar pintu terdengar ketokan, “Tok, tok, tok...” Masuklah Rubi dengan membawa sepasang sepatu. Cocok dengan gaun Namira yang berwarna putih pendeh. 
“Nih pake sepatu Gue!”
“Wahhh, Tanks banget ya.”
“Cantik banget loe, Kalau udah pulang dari From Night 
cerita-cerita ke Gue ya...”
“Siiipppp dehhh.”
Klakson mobil Adam sudah terdengar. 
“Pangeran loe udah nunggu tuh di luar.”
Namira tersenyum, “Gue pergi dulu ya.”
“Ok. Good Luck ya.”

Malam ini Namira terlihat cantik dengan gaunnya yang berwarna putih. Rambutnya yang hitam dibiarkan terurai panjang dengan jepitan yang berkilau. 
Adam pun tidak kalah. Dia juga memakai jas berwarna hitam. Terlihat ganteng sekali. 
Mereka berdua terlihat cocok sekali, Ganteng dan Cantik.”
From Night malam ini sangat Istimewa. Terlihat dri semua pasangan, hanya Adam dan Namira yang sangat terlihat cocok. 

Adam dan Namira melewati malam yang tidak bisa dilupakan bagi mereka berdua. From Night malam ini berakhir hingga pukul 11.00 WIB malam. Melihat dari wajah para siswa-siswi yang lain, sepertinya mereka puas dengan acara From Night malam ini. Wajah mereka tampak berseri-seri. Menghilangkan streesss setelah Ujian Nasional. Tapi mereka akan berhenti tersenyum ketika mendengarkan pengumuman kelulusan pada hari Senin besok. Was-was apabila nantinya tidak lulus. 

Hari ini adalah hari yang dinanti para siswa-siswi kelas tiga. Selama tiga tahun mereka berjuang untuk bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Agar tidak mengecewakan nantinya. 
“Adam...” Panggil Namira.
Adam yang sedang berjalan menuju kelasnya, terhenti setelah mendengar suara Namira memanggilnya. 
“Namira menghampiri, ”Adam, sukses ya buat hati ini... Semoga loe lulus!”
Mendengar ucapan Namira, Adam tersenyum bahagia. “Iya... Amin..”

Tiba saatnya pengumuman kelulusan. Bukan hanya  Adam saja yang sedang risau menanti hasil kelulusan, tapi juga Namira. 
Surat kelulusan pun dibagikan satu persatu. Dalam Amplop berwarna putih, didalamnya tertulis... lulus atau tidaknya siswa-siswi tersebut. Nama Adam sudah dipanggil untuk menerima surat kelulusan tersebut. 
“ADAM.” Panggil guru yang membagikan surat tersebut. 
Adam maju dan mengambil surat kelulusan itu. Surat itu tidak segera dibukanya, karena ia ingin membuka surat itu bersama Namira. 

Kebetulan sekali Namira melintas didepan kelas Adam. Dipanggilnya Namira, dan dipersilahnya duduk bersama Adam untuk membuka suratnya. 
Hati Adam berdebar-debar membuka surat tersebut. Dengan pelan tapi pasti, surat itu keluar dari Amplopnya. 

Dibukanya kertas yang berada di dalam Amplop. Hasilnya....
Di kertas itu tertulis, “LULUS”. Seketika itu juga Namira melompat kegirangan. Adam hanya terdiam melihat Namira senang, karena dia lulus. 
“Yeeee.... Adam loe Lulus...” Namira mencubit pipi Adam.
“Iya... Gue Lulus.”

Banyak siswa-siswi yang berhamburan keluar kelas mengabarkan bahwa mereka Lulus. Bahagianya mereka yang Lulus. Diantara kesenangan mereka yang lulus, ada juga yang bersedih karena tidak lulus. 
Mereka yang Lulus, mengekspresikan luapan kegembirannya dengan cara mencorat-coret baju sekolahnya. Saling memberikan tanda tangan di baju masing-masing, sebagai kenang-kenangan kelulusan. 
Baju Sekolah mereka sekarang terlihat warna-warni oleh pilok. 

Namira menepati janjinya, bahwa ia akan menerima Adam jika Adam Lulus Ujian. Ternyata, Adam Lulus! 
Bahagia Adam kini berlipat ganda. Disamping Ia Lulus Sekolah, Ia juga mendapatkan Namira. 
Bagi Namira, hari ini adalah hari terbaik baginya dan Adam.  Ternyata, di Sekolah Namira yang baru Ia mendapatkan cinta Kakak kelasnya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates