Karya Dinda Pelangi
Pagi ini matahari bersinar dengan cerahnya, seakan akan ingin mengeluarkan semua sinarnya yang telah tersimpan selama hampir tiga hari. Karena selama tiga hari yang lalu hanya didominasi oleh awan mendung dan hujan. Kebetulan pagi ini aku tidak ada jadwal kuliah selain pukul 12 nanti untuk mengadakan rapat agenda dengan anggota LDK kampus yang baru kupimpi dari sebulan yang lalu.
“bang Rasyid, hari Najwa gak ikut sama abang ya. Nazwa ikut sama the Dinda, sekalian jalan jalan bentar! “ beritahu adikku, Nazwa
“oh gi. .tu, iya!” sahutku gelagapan.
Entah kenapa, badanku serasa bergetar saat aku mendengar namanya. Seseorang yang memiliki semangat yang besar dalam berdakwah. Bahkan ia rela untuk pergi kedesa terpencil sekalipun.
“Astagfirullahh, ampuni hamba ya Rabb” ucapku pelan
Karena secara tidak sadar, aku telah memikirkannya.
****
Waktupun terus berlalu, sesudah menunaikan ibadah shalat zhuhur aku berangkat dengan mengendarai Honda jazz hitamku. Sesampainya disana, ternyata teman – teman yang lain telah menungguku yang datang terlambat. Sesudah mengucapkan salam, aku memohon maaf dan memulai rapat untuk membuat agenda mingguan.
“afwan ya akhy wa ukhty, karena ana datangnya telat.”
“tak apa akh, kami juga baru tiba ko” ucap seorang ikhwan.
“iya” sahut sebagian akhwat yang berada dibalik dinding pembatas.
Kemudian rapatpun dimulai.
“afwan, ukhty Dinda ada tugas baru untuk anty. Semoga anty berkenan!” pintaku.
“insya Allah akh, ana siap.” Sahutnya setelah terdiam beberapa saat.
Aku menugaskannya untuk mengajarkan agama pada anak anak dipenjara anak, dan beberapa tugas lainnya. Ia bersedia untuk melakukan tugas barunya.
Setelah hampir satu jam, rapatpun selesai. Sebelum pulang, aku tidak langsung pulang. Aku mampir disebuah took buku untuk membeli beberapa buku kuliah dan beberapa buku bacaan. Disana kutemukan sebuah buku yang berjudul, “Istikharah cinta” dan “wanita sholehah, perhiasan dunia”. Hatiku tergerak untuk membelinya untukku dan untuk Najwa, adikku. Setelah selesai, akupun segera pulang.
****
Waktu teus berganti, umurku pun terus bertambah. Kini usiaku telah mencapai angka 26. Dan tentu saja, kedua orang tuaku terus membujukku untuk melengkapi separuh dienku. Untuk menemukan seorang bidadari pengisi hati yang masih kosong. Pernah disuatu hari, ada seorang akhwat mengirimiku sebuah pesan melalui email yang hampir tiga bulan tak pernah kuperbaharui.
“Assalamu’alaykum akhy Huda. Ana ukhty Fitri. Akh, kemarin ana mengislamkan seorang wanita kristiani. Ia sedang diancam keluarganya agar kembali keagamanya semula. Tapi dia bersikokoh untuk tetap menganut islam, dan sekarang dia ada disalah satu villa ana karena orang tuanya sedang memburunya untuk dibunuh. Tolong akh, nikahi dia. Karena dia sedang butuh pertolongan. Namanya syifa, kalau antum bersedia hubungi ana saja. Wassalam”
Aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Disalah satu sisi, aku merasa kasihan dan dia juga sangat membutuhkan pertolongan dari seorang suami. Tapi, hatiku merasa begitu susah untuk mengatakan iya. Dan Alhamdulillah, dua hari kemudian, ukhty fitri kembali menghubungiku. Ia mengatakan bahwa akhwat itu telah dikhitbah oleh sahabatku sendiri, yaitu akhy Ridwan.
****
Melihat kesibukanku yang terus bertambah, Ibu merasa tidak yakin jika aku bisa mendapatkan calon isteri sendiri. Kemudian adikku Najwa menyarankan agar Ibu meminta kakekku yang mencarikan isteri untukku.
“aby, carikan Rasyid wanita sholehah ya. Mungkin dipondok aby ada perempuan yang cocok untuk Rasyid!” beritahu Ibu pada Kakekku.
Aku hanya mengiyakan saja apa yang Ibu inginkan karena jujur saja, aku hampir tidak sempat untuk mencarinya.
Seminggu kemudian, ibu berkata bahwa kakekku telah menemukan seorang calon isteri untukku. Kata Ibu, namanya Zahra, dia juga sedang kuliah di Jakarta. Putri kedua dari sahabat Ibu yang tinggal di Bandung.
“Rasyid, namanya Zahra. Dia masih kuliah S1 di Jakarta juga, dia puri dari sahabat Ibu dulu. Insya Allah akhlaknya baik, perilaku sopan dan insya Allah cantik.” Beritahu Ibu padaku
“aamiin, kita berdoa saja bu.” Jawabku
Tiga hari kemudian, Ibu terlihat begitu ceria. Raut wajahnya memperlihatkan bahwa hatinya sedang bersuka cita. Aku dapat melihatnya, karena setiba aku pulang dari kampus, ia terlihat begitu gembira menyambutku.
“Rasyid, Zahra telah menerima pinangan mbahmu. Besok kita ke Bandung untuk menindaklanjuti rencana ini. siapkan dirimu!” ucap Ibu dengan ceria.
Aku terkejut, semuanya serasa begitu cepat. Besok lusa aku akan berjumpa dengan calon isteriku yang telah lama kunantikan untuk mendampingi hidupku. Aku bahagia walaupun sebenarnya aku belum tahu siapa dia.
****
Sesampainya di Bandung, kakekku pun memperlihatkan foto Zahra padaku, dan subhanallah dia adalah ukhty Dinda yang begitu aku kagumi. Yang pernah kudambakan untuk menjadi isteriku, dankini mimpiku benar benar akan terwujud. Awalnya aku benar benar tidak menyangka, namun entah kenapa, hatiku terasa begitu mantap untuk menikahinya.
“saya nikahkan dan kawinkan engkau Muhammad Rasyid Alhuda bin Muhammad Alhabsyi dengan Dinda Azzahra Ramadhani binti Syamsul Rahman dengan. . . “ ucap Ayahnya.
“saya terima nikah dan kawinnya Dinda Azzahra Ramadhani binti Syamsul rahman dengan. . . .” sahutku
“sah” ucap semua saksi.
Aku tidak menyangka bahwa sekarang aku telah menikahi seorang bidadari. Wanita sholehah yang akan kujadika seorang bidadari dunia akhirat untukku.
“Dinda, ana uhibbuki fillah.” Ucapku sembari mencium keningnya.
Iya tersenyum dengan begitu manis
“ana uhibbuka fillah kanda”
Kini, tlah kugapai cintanya seorang biudadari. yang cintanya murni karena illahi, yang hatinya terpatri untuk illahi, dan berbakti kepada suami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar