Social Icons

Pages

Kamis, 02 Februari 2017

Khalifah Sejati Dari Arsy - Cerpen Islam





KHALIFAH SEJATI DARI ARSY 
Karya Kiki Ayu Humairah

Keberangkatanku ke negeri seberang bukan untuk menjauh dari ibu dan paman yang selalu ingin menikahkanku dengan saudagar kaya di daerahku, bukan juga melarikan diri atas segala beban keluarga yang disandarkan padaku, aku hanya ingin seperti anak seusiaku yang tidak terusik ketika mereka asik mencari ilmu, bermain kesanaa-kemari sesuka hatinya, namun aku seperti jaminan yang disodorkan paman untuk melunasi hutang-hutangnya. 

Sedangkan ibu tidak bisa membelaku sama sekali, mana mungkin aku yang masih begitu belia harus menikah dengan orang yang lebih pantas ku panggil ayah, yah . . .saudagar itu. Namun kini aku meyakinkan diriku berkat beasiswa kuliah di Malaysia membuatku sedikit terbebas dari ular-ular yang akan menerkaku terutama saudagar kaya yang sombong itu, pak lukman. Tapi aku tetap mengkhawatirkan ibuku, bagaimanapun juga ibu adalah orang yang sudah membesarkanku sendiri tanpa ayah yang aku sendiri tidak tau siapa ayahku. Banyak yang mengatakan aku ini anak haram tidak jelas asalnya, jika ku tanyakan ibu, maka ibu hanya menjawab enteng bahwa ayahku sudah mati namun sampai usiaku 18 tahun aku belum pernah lihat fotonya, dalam akte kelahiranku saja memakai nama pamanku yang turut andil dalam membesarkanku meski demikian paman lebih sering membebani ibu itu yang aku rasakan.

Pagi itu begitu cerah, awan begitu bersahabat denganku namun kondisi ini sama sekali tidak bisa sepenuhnya mebuatku senang, ibu sama sekali tidak bahagia apalagi bangga dengan prestasi dan beasiswa yang ku dapatkan, dan paman begitu tau aku akan pergi sekolah ke malaysia malah memakiku dengan bahasa kasar dan menyakitkan, yang katanya aku tidak tau malu, tidak punya rasa terimakasih, tidak kasihan pada ibu, aku hanya anggap kata-kata paman sebagai angin yang sesaat kemudian aku kosentrasi dengan studyku, agar aku bisa membahagiakan ibu. Kini pesawat sudah meluncur jauh dari bumiku, bumi tempatku bernaung, jangankan diantar ke Bandara, keluar rumah saja ibu tidak memandangku sama sekali, hanya sekali bercap hati-hati itu saja dengan sangat terpaksa, ibuku memang orang yang keras kepala dan mudah sekali marah, namun aku tau ibuku adalah orang baik yang begitu mencintaiku meski tidak pernah ditunjukkan, itulah ibuku. Meski demikian aku sangat mencintainya.

Setelah sampai di Malaysia, aku begitu bersemangat dengan dunia baruku, belajar, bersama orang-orang asing yang begitu menghargai aku tidak seperti dirumahku yang penuh dengan kata-kata kasar dan menyakitkan, dimalaysia aku tinggal disebuah asrama milik kampus, aku belajar dengan tekun agar bisa membayar hutang-hutang paman ke pak Lukman, dan supaya paman tidak memaksaku untuk menikah dengan pak lukman lagi, keadaan ini semakin membuatku tenang karena ternyata tidak sedikit pelajar indonesia yang dikirim ke malaysia dan mendapat beasiswa, aku memang sengaja menjauhkan diri dari glamornya hidup di kota agar lebih kosentrasi pada study, namun kenyataan berkata lain teman-temaku tidak sedikit yang mempengaruhiku, awalnya mereka menyuruhku melepas jilbab yang sudah jadi kewajibanku, aku menolak untuk menuruti mereka, namun mereka tidak kurang akal mereka mengajakku ke club malam dengan alasan untuk refresing dan aku masih bsa untuk menolaknya, kondisi semakin tidak kondusif namun aku tetap dalam koridorku yang tenang dan pada tujuan awal ingin melepaskan diri dari jeratan hutang dan menikah dengan pak lukman, kini tidak sedikit teman-temanku yang mengajakku untuk maksiat bahkan sampai ada yang membawa lelaki ke kamar asrama, aku begitu heran dengan mereka yang semakin mursal dan mengikuti alur hidup yang baru saja mereka kenal di sini.

Ternyata tidak mudah, namun aku berhasil melewati semuanya, sampai hampir selesai aku kuliah aku tetap masih seperti dulu, yah seperti nawa yang dulu, aku tetap memakai jilbabku, aku tetap sholat lima waktu meski tidak ada adzan disini, aku tetap bertahan dalam koridor wanita muslimah yang dibentuk oleh guruku ngaji di kampung dulu, karena meski ibu yang tidak tau agama dan paman yang jauh dari agama namun ibuku ingin aku mejadi perempuan yang jauh lebih baik darinya, itulah ibu, meski dia seorang yang jauh dari agama namun tidak ingin melihat anaknya sepertinya, ibaratnya meski ibunya pencuri namun ingin anaknya jadi kiai, meski ibunya seorang pemulung namun ingin anaknya jadi pengusaha yang sukses, meski ibunya seorang pencuri namun ingin anaknya menjadi wanita muslimah yang jauh dari kejahatan. Ibu memang tidak sebaik orang tua pada umumnya namun dialah satu-satunya orang tuaku, untuk apa aku berjuan jika bukan untuk ibu, yang entah kemana lelaki yang mengaku ayahku namun rupanya saja aku tidak tau, dan Cuma ibu yang merawat dan membesarkanku.

Sudah hampir tiga tahun aku berada di Malaysia dan tidak pulang sama sekali, hanya kadang aku sempatkan memberi kabar pada ibuku melalui televon tetangga yang rumahnya berdekatan, karena ibu tidak punya televon begitu juga paman, namun sudah sebulan aku tidak memberi kabar lagi karena sibuk dengan tugas akhirku, ketika aku sedang terlelap di asrama, handphone ku berdering kencang, nomor baru yang tidak ku kenal, aku angkat perlawan dengan ku awali salam, seseorang di balik televon itu nerocos tanpa membalas salamku.
“nawa, ini bude ani, pulang ya nduk kasihan ibumu, ada laki-laki yang mengaku ayahmu datang lalu menyakiti ibumu” aku kaget mendengar ucapan orang yang ada dalam televon tersebut yang ternyata adalah tetangga yang sering aku mintai tolong jika ingin televon ibu di kampung.
“bude nawa bingung dengan ucapan bude, kata ibu ayah nawa sudah meniggal, kalau lelaki itu mengaku ayah nawa berarti ibu sudah berbohong, lalu bagaimana dengan paman bude? Apa paman tidak menolong ibu?” aku begitu khawatir mendengar penjelasan dari bude ani yang mengatakan seorang lelaki telah menyakiti ibuku.
“pulanglah nawa, kasihan ibumu tidak ada yang bisa membelanya selain kamu, kamu kan tau pamanmu itu seperti apa, sebenarnya sudah seminggu ini lelaki itu berada dirumahmu dan menyiksa ibumu, namun bude dilarang ibumu untuk memberi tahumu, maafkan bude nawa” ucap bude ani dengan nada terisak

Tiba-tiba ada dendam yang tiba-tiba menelusuk dalam dadaku, betapa bencinya aku dengan laki-laki yang dideskripsikan oleh bude ani tadi, betapa bejadnya dia, sudah meningalkan aku dan ibu kini dia kembali hanya untuk menyiksa ibuku lagi, apa maunya?, jika aku bertemu dengannya akan aku ludahi dia, tidak pantas lelaki seperti itu dipanggil ayah olehku tidak heran jika ibu mengatakan ayah sudah mati, karena dia lebih baik mati daripada hidup dan meroepotkanku dan ibu, aku hanya memberi isyarat pada bude ani kalau aku akan pulang dengan segera, ini karena sudah waktunya aku tau siapa lelaki yang mengaku ayahku itu. Keesokan harinya aku terbang dengan pesawat paling pagi, sudah tidak sabar menghantam orang biadab itu. Ketika sampai, aku langsung beranjak memasuki rumah, aku melihat ibu yang terkapar dilantai dengan bibir sebelah kanan yang sedikit sobek dan berdarah serta hidungnya yang mimisan, aku kemudian merangkulnya, seorang lelaki setengah baya yang tinggi tegap menghampiriku dan ibu, dia tertawa sambil memandangiku dengan wajah bringas seperti singa.
“hei kau, jadi ini anakku?? Cantik benar seperti ibumu waktu masih muda dulu, bahkan kau lebih cantik nak” ucap lelaki itu sambil memegang daguku, dengan spontan ku tangkis tangannya dengan wajah yang penuh amarah.
“biadab, kau apakan ibuku?, kau tidak pantas memanggilku nak, aku bukan anakmu”
“hahahahaha, ternyata kau belum tau? Aku memang bukan ayahmu, siapa ayahmu? Coba tanya ibumu, apa dia tau siapa ayahmu, aku yakin ibumu tidak akan bisa menjawabnya” ucap lelaki itu, namun ibu langsung berontak dari kelemahannya, sikap ibu langsung berubah menjadi bringas mendengar ucapan lelaki itu, aku bingung dengan maksudnya, aku mencoba memikirkan ucapan lelaki itu namun aku tetap tidak paham, hingga ku tanyakan padanya.
“apa maksudmu berkata demikian?” tanyaku pada lelaki itu, namun sebelum lelaki itu menjawab ibu langsung memotongnya, “sudahlah nawa jangan kau dengarkan omongannya, dia hanya ingin menghancurkan kita nak” ucapan ibu semakin menjadi teka-teki untukku, lelaki itu semakin lebar tawanya, dan puas dengan melihat aku dan ibu,“. Tidak lama dari itu, lelaki itu berkata “kau ini apa tidak tau kalau ibumu dulu itu pelacur, dan melahirkan anak sepertimu?, mana mungkin dia tau siapa ayahmu, karena begitu banyaknya lelaki yang bersama ibumu, kau ini anak haram, seharusnya kau bersyukur aku mau mengakuimu sebagai anak.”

Ucapan itu begitu mengiris hatiku, serasa empeduku telah pecah dan begitu pahit mendengarnya meski ucapan bajingan itu belum tentu benarnya namun tangis ibu seakan mengiyakan jawaban itu, dan aku begitu terpuruk, ya tuhan aku anak haram, yang tidak jelas ayahnya, sedangkan apa pantas aku menyalahkan ibuku?, siapa yang seharusnya ku benci, ibu atau siapa?, mana mungkin aku mebenci wanita yang sudah membesarkanku, aku hanya terkulai lemas, dan ibu merangkulku, memohon maaf atas kesalahan masa laluya, sedangkan lelaki itu tertawa puas melihat aku dan ibu tersakiti, sebenarnya dendam apa dia padaku dan ibu sampai menghajar ibu dan mengaku sebagai ayahku kemudian menuduhku anak haram, sedangkan tidak ada yang bisa membelaku dan ibu. Dan lelaki itu kemudian pergi keluar dari rumah kami, dengan tawa yang menghiasi bibirnya seperti telah memenangkan undian hadiah. Ibuku tidak hentinya meminta maaf padaku, aku tetap memikirkan, siapa aku ini, apa pantas aku dengan beasiswaku, prestasiku, sedangkan aku tidak memiliki latar belakang yang jelas.

Malamnya ibu mengantarkanku dalam lalapnya tidur dengan kesedihan yang masih berlarut-larut, namun aku tetap tidak bisa menyalahkan ibu, karena ada banyak alasan ibu melakukan hal itu. Setelah ibu keluar dari kamarku, tidak lama paman pulang, entah kemana dia seharian sampai tidak tau yang terjadi padaku dan ibu, kemudian tidak lama, aku tidur seseorang dengan kasar membawaku, aku langsung tergopoh ketika seseorang mengangkatku dengan paksa, dia adalah lelaki yang tadi siang sudah menyakiti ibu dan aku, aku tidak tau mau dibawa kemana, aku memberontak namun tenagaku tidak begitu kuat, sedangkan ibu tisak bisa menahanku karena dikunci dikamarnya, aku teriak meminta tolong pada paman namun ternyata paman telah bersekongkol dengan lelaki itu, pamanlah yang membawa mobil, seangkan lelaki itu memegangiku di belakang. 

Aku tidak tau akan dibawa kemana, yang aku tau sesuatu yang tidak baik sedang menungguku, aku menangis di sepanjang perjalanan, namun tetap tidak mereka hiraukan tangisku. Ternyata aku dibawa kerumah pak lukman saudagar kaya itu, disana wajah buas itu menyambutku, aku semakin menangis, pak lukman sangat senang melihatku, lalu mereka membawa ke kamar yang sudah disiapkan sebelumnya, kamar itu wangi, namun bagiku hanya bau bangkai busuk para lelaki itu, ketika pak lukman akan melucuti bajuku, aku tendang sampai dia lemas, lalu aku melarikan diri namu aku tertangkap oleh paman dan lelaki biadab itu, sampai pada akhirnya aku jadi korban kebringasan pak lukman hanya untuk melunasi hutang paman dan juga kepuasan pak lukman, seakan sudah tidak ada harganya aku ini, sudah tidak jelas asal-usulnya, kini aku hanya akan jadi bulan-bulanan masyarakat karena sudah tidak suci lagi, jilbab yang dulu jadi kehormatanku kini sirna dengan bau busuk tubuhku.

Melihat kondisiku ibu tak hentinya menangis setiap hari, ibu sangat mengkhawatirkan kondisiku yang seperti ini, takut kalau-kalau aku akan depresi dan tidak bisa melanjutkan hidupku, namun semakin aku tersakiti menjadikan mereka semakin senang, aku tidak tau apa maksud mereka apa, pamanlah dalang dari semuanya paman yang menjualku pada pak lukman, paman juga menjadikan aku sebagai wanita panggilan dengan ancaman akan membunuh ibuku jika aku menolaknya, dengan dandanan yang tidak sepantasnya tubuhku dijual oleh paman, dan keuntungannya untuk paman dan lelaki biadab tersebut, kondisiku yang sudah bebeda dari awal, bahkan mereka menghinaku dan ibu bahwa buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya jika ibunya seorang pelacur maka anaknyapun sama, kata-kata itu sangat sakit namun sua tidak bisa ku tolak, aku tidak punya kekuatan untuk menolak dan melarikan diri.

Suatu hari ketika aku akan melakukan pekerjaanku, aku mampir ke sebuah mushola untuk bersuci kemudian sholat, seseorang dari jauh memperhatikanku, pemuda masjid yang sedang mengajar ngaji di mushola tersebut, aku hany diam menundukkan wajahku ada rasa malu dengan penampilanku ini, aku memang sudah lama melepas jilbabku semenjak berganti profesi, mungkin dia aneh melihat pelacur sholat, apalagi dandananku yang terlihat kurang sopan dimatanya, setelah sholat aku buru-buru keluar dari mushola tersebut, ada perasaan malu dan jijik pada diriku sendiri, beberapa lama setelah aku keluar dari mushola tersebut dia menghentikan langkahku, aku tersentak mendengarnya memanggilku, dari mana dia tau namaku sedangkan ini untuk pertama kalinya aku melihat pemuda tersebut, “ nawa ya?”, tanpa memandangnya aku berbalik, seorang pemuda bersih menyapaku tanpa aku tau apa maksudnya, kemudian dia menjelaskan bahwa dia adalah teman nawa waktu mendapat beasiswa keluar negeri dari pemerintah, namun dia dikirim ke Sudan sedangkan nawa ke Malaysia, pemuda tersebut memandangku heran, dan menanyakan kemana jilbab yang selalu menemaniku, kenapa aku sudah tidak mengenakannya lagi dan malah berpakain tidak sopan seperti itu, aku menangis mendengar pertanyaan itu, aku sangat malu, bukan hanya jilbab dan busana muslim saja yang ku lepas namun kehormatan yang susah payah ku jaga selama berada di malaysia kini telah aku jual, aku tidak memiliki semuanya termasuk harta paling berhargaku, sudah dirampas paksa oleh bajingan lukman itu, dan lelaki hidung belang yang membayar pamanku, aku nyaris mengatakan itu semua pada pemuda tersebut karena sudah lama juga aku tidak mengeluarkan isi hatiku hanya kepada tuhan saja, itupun dengan mencuri waktu sholat agar tidak dipukuli pamanku.

Pemuda tersebut lalu seakan tau apa maksudku, dia tidak bertanya lagi namun kemudian dia ulurkan tangannya, “nawa, aku sudah tau apa yang menimpamu dan ibumu, aku sangat prihatin dengan semua itu, berharap aku bisa menolongmu dan ibumu, ijinkan aku menikahimu nawa?”. Aku ternganga mendengar ucapannya, aku kemudian menatapnya tajam, memberi isyarat ketidak setujuanku padanya, aku malu bahkan sangat malu apa pantas pelacur sepertiku menjadi istrinya, aku yakin ini hanya bagian dari keprihatinannya saja padaku, namun sekali lagi dia menegaskan bahwa dia memang sudah tau siapa aku sebenarnya dan juga siapa ibuku, aku pikir mungkin dia akan menyelamatkanku dari lembah setan yang saat ini menjeratku dan ibu namun apa boleh aku melibatkan rang lain dalam masalahku, menikah bukan suatu hal yang mudah untuk dijalani dan juga bukan karena prihatin dan kasiha saja, karena menikah adalah janji kita terhadap tuhan, aku yang sudah jauh dari agamaku mana boleh menikah dengan pemuda baik-baik dan alim sepertiku, sekali lagi aku tegaskan bahwa aku menolaknya. Kemudian aku pergi dari tempat itu tanpa megucap apapun setelah menolaknya.

Malamnya di tempat yang biasa aku mencari hidung belang dia datang kembali padaku, namun kali ini dia tidak menanyakan perihaloertanyaan yang tadi malam yang mengagetkanku dia datang pada paman yang sedang mengawasiku dari jauh bersama lelaki yang dulu pernah mengaku sebagai ayahku dan kini bersekongkol dengan paman, setelah berbincang-bincang agak lama dengan paman, pemuda tersebut mendatangiku dan agaknya paman da lelaki itu tertawa bungah, entah apa yang dia katakan pada pamanku, lalu dia mendatangi aku yang sudah tida sabar ingin menanyakan apa yang terjadi pada pemuda tersebut, setelah pemuda itu datang “ada apa ini?, kenapa pamanku begitu senang, apa yang kau katakan padanya?”,.
“aku melamarmu pada pamanmu, dia menertawakanku, au katakan padanya aku jika lelaki-lelaki hidung belang itu bisa membelimu hanya semalam saja, aku akan membelimu seumur hidup, dengan biaya semaunya.”
“kau gila, aku tidak mau menikah denganmu, sudah jangan libatkan dirimu dengan masalahku, aku akan sangat membencimu” ucapku padanya, meski dalam hati aku begitu kagum denganya yang mau menerima kondisiku yang sudah tidak baik lagi untuk pemuda sepertinya, apalagi untuk dijadikan istri. 

Dia tetap tenang lalu menyodorkan kertas yang didalam surat tersebut berisi tentang perjanjiannya dengan paman bahwa dia akan menkahiku dengan tanpa syarat apapun jika aku tidak meninginkannya, paman langsung setuju tanpa melihat bahwa surat tersebut ditujukan persyaratannya untukku bukan untuknya, lalu peuda tersebut mengulurkan tangannya, “namaku alim, menikahlah denganku, akan ku cintai kau dan ibumu sepenuh hatiku”. Aku terenyuh mendengarnya, kemudian aku menerima lamaran itu dengan berbalut air mata, alim juga akan memasukan paman dan partner paman ke penjara, kemudian dengan acara yang begitu sederhana aku menikah dengan alim di mushola tempat alim mengajar mengaji, ternyata dia adalah seorang dosen disebuah universitas islam di Malang, dan setelah dia memasukkan paman kepejara diamengajakku dan ibu ke Malang, tempatnya bernaung yang sebenarnya, yah...dialah alim suamiku, seoran laki-laki yang mengeluarkan aku dari kotornya dunia malam yang ku jalani selama ini, untuknya “ketika dia memandangku aku merasa cantik, ketikadia tersenyum aku merasa sedang menari dihadapanya, ketika dia marah aku merasa sedang memegang tangannya dan memeluknya erat-erat, dan ketika dia mencintaiku mataku seakan dipenuhi air mata. Dia membuatku sadar aku dibuat oleh tuhan untuknya dan dia untuku, sang khalifah sejati dari arsy hadiah dari tuhan atas segala perjuanganku selama ini”

TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates